Jumat, 21 November 2014

Kuncen dan Kucingnya

Halaman 25

Selasa, 18 Desember 2012
"Di sini mau keliling ke mana, Gie??" tanya bang Dbon.
"Ada tempat wisata apa aja bang,di Payakumbuah dan Limapuluh Kota??"
"Banyak banget. Kau suka jenis wisata apa? Ada sejarah, alam, budaya, religi, dll." Bang dbon menjelaskan semuanya, "butuh beberapa hari untuk mengunjunginya satu-satu".
Tepok jidat

Mentari pagi sudah bekerja seperti biasa. Menyinari bumi. Gue bersama bang Dbond sudah nongkrong di bangku panjang depan warung. Nemenin bang Dbon yang sedang "shift pagi" jagain warung. Udara sejuk pagi hari bertambah super dengan sepiring penuh pisang goreng campur ketan. Nikmat rasanya.
Selamat sarapan!!!
Kegiatan Bang Dbon sehari-hari banyak dihabiskan untuk bantu-bantu orang tuanya jualan di warung depan rumahnya. Jual sembako-sembako gitu. Dia tau banyak mengenai wisata di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota. Apalagi kalau tentang gunung-gunung di Sumbar. Hampir semua gunung di negeri Minang sudah didakinya. Terutama Gunung Marapi. Mungkin sudah bosan dedemit penunggu Marapi ngelihat dia naik turun gunung. Gimana gak bosen, hampir tiap minggu dia berkunjung ke gunung yang masih aktif tersebut. Udah kayak orang gedongan pergi ke mol tiap minggu. Gue menjulukinya dengan Kuncen Marapi. Kalau di Jogja ada mbah Marijan yang jadi kuncen Gunung Merapi. Nah, di Sumatera Barat ada Datuk Dbon sebagai kuncen muda Marapi *ngakak*.

Orang yang satu ini juga pecinta kucing loh!!! Di rumahnya banyak banget kucing-kucing kampung gitu. Bahkan ada salah satu kucing yang unik banget. Kenapa gue bilang unik? Selain suka makan jagung goreng, kucing itu juga hanya memiliki tiga buah kaki. Ciyus? Enelan? Miyapa? Iya serius buangets cuma punya tiga kaki doang. Bukan tanpa sebab. Dulu kala, kucing yang bernama Pupu itu pernah tertabrak kendaraan waktu lagi asik maen layangan di jalan (kucing maen layangan?? *mikir keras*), dan yang nabraknya itu kabur gitu aja. Tabrak lari gitu. Atas rasa kehewaniannya bang Dbon membawa kucing itu ke dokter dan diamputasilah satu kaki kucing itu. Hebaaaaattt!!! Menolong sesama mahluk hidup. Padahal kucing kampung yang banyak banget berserakan di jalanan. Tinggal ngarungin doang. Tapi dia tetap menolong dan memelihara Pupu dengan ikhlas sampai sekarang. Ini yang patut kita jadikan contoh *TepokTangan*.
Pupu the Cat
Balik lagi ke tempat wisata di Payakumbuh dan Limapuluh Kota. Banyak sekali yang harus dikunjungi di tempat ini. Namun, karena waktu gue cuma sehari berada di sini, terpaksa gue harus memilih dua diantara puluhan tempat wisata di kabupaten paling utara Provinsi Sumatera Barat ini. Icon daerah ini pun gue pilih sebagai tujuan berwisata ria, yaitu Lembah Harau dan Kelok 9.

Hari ini adalah acara finall Wall Climbing tingkat Porprov. Sebelum mengunjungi tempat wisata, gue mau nonton acara tersebut bersama dengan Meri. Soalnya kemarin gue udah janji mau nemenin dia nonton. Hape gue keluarin dari tas. Gue langsung menghubungi Meri. Tapi hanya ada suara wanita di balik teleponnya yang mengatakan bahwa hapenya tidak aktif. Semalam dia menginap di rumah mba Leni. Gue baru ingat kalau dia lupa bawa casan Hape. Hadew, gimana cara ketemuannya? Mudah-mudahan dia bisa mencium aroma busuk gue di GOR nanti. 

Pukul 11.00 WIB, gue yang diantar bang Dbond pergi menuju GOR. Acara climbingnya sudah dimulai pas gue sampai di TKP. Seru juga lihat anak-anak yang lihai banget manjat memanjat, mirip supermen-supermen gitu yang jago ngerayap di tembok (itu mah Spidermen kalees!!!). Gue aja yang basicnya dari Pecinta Alam belum bisa selincah itu. 
Poprov Panjat Tebing
Sambil melihat-lihat pertandingan, mata gue terus memantau kanan kiri atas bawah. Siapa tau si Meri lagi moto-moto di atas pohon kelapa #yakalee. Ke mana aja tuh bocah? Jerawat di batang hidungnya belum nampak sedikit pun.
Waktu sudah terlanjur jam satu siang, tapi belum ada tanda-tanda Meri dan si Cano muncul. Gue harus bergegas pergi ke Kelok 9 sebelum sore. Lantas, gue pamit sama bang Dbon. Dia gak bisa nemenin gue jalan-jalan lebih lama karena dia mesti pulang nerusin "shift paginya". Ini aja sebenarnya dia bolos jaga sebentar buat nemenin gue, alesan ke ortunya mau pergi ke pasar beli rokok dulu.

Saatnya eksplore Kabupaten Limapuluh Kota. Berangcuuutt!! Gas trooooss menuju Kelok 9.
Apa itu Kelok 9?? Kelok 9 itu sejenis makanan yang isinya potongan pisang, ubi, kolang kaling, dan diguyur pakai kuah gula dan santan yang banyak banget ditemuin kalau lagi bulan puasa (itu mah Kolek, panjuul!!).
Kelok 9 itu adalah nama untuk ruas jalan yang menghubungkan Provinsi Sumbar dengan Provinsi Riau. Jadi kalau mau ke Pekanbaru dari Padang atau sebaliknya, pasti ketemu sama si Kelok 9 ini. Dulu banget, jalan yang terletak di Kecamatan Pangkalan, Lima Puluh Kota ini dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda dan memiliki sembilan kelokan ke kiri dan ke kanan yang hampir menyerupai huruf "S" bahkan ada yang mirip huruf "Z", sehingga dinamakan Kelok 9.
Pabeulit euy!!!

Kelok 9 lumayan jauh dari GOR Sarilamak, sekitar 10 km dengan jalan yang kanan kirinya itu bukit-bukit, tebing-tebing cadas gitu. Gue melihat di salah satu puncak tebing ada air terjun kecil terjun bebas menyirami hijau hutan di bawahnya.
Perjalanan menuju kelok 9
Sampai di TeKaPe. Jalan yang lebih mirip Usus 12 jari ini bener-bener menakjubkan. Ruas jalan yang di kelilingi hutan dan tebing-tebing raksasa. Ditambah ada jembatan layang gitu yang menjadikan tempat ini gak kalah keren dari jalanan di luar negeri sana. Namun jembatan layangnya masih belum selesai dibangun. Masih banyak alat-alat berat dan para tukang yang sedang sibuk membangun jembatan layang. Belum selesai aja udah keren, apalagi nanti kalau udah selesai.
Jembatan Layang Kelok 9

Dengan jalan menanjak gue menelusuri Kelok 9. Banyak kendaraan macet karena mengantri. Emang jalan di sini sempit banget. Ada tata tertib jika lewat di kelok ini. Jadi, pas kelokan atau belokan, kendaraan dari arah atas harus mengalah berhenti untuk mempersilahkan kendaraan dari arah gue atau bawah jalan terlebih dulu. Meskipun jalannya menanjak dan berkelok-kelok, jalur ini menjadi favorit para pengendara. Sebab, jalur ini merupakan yang paling dekat menghubungkan kota Padang dan Pekanbaru. Sekitar 40 km lebih dari kelok ini, kita sudah bisa menemukan tugu perbatasan antara Sumatera Barat dan Riau. 
Maka dari itu untuk mengurangi tingkat kemacetan, di atas ruas jalan Kelok Sembilan ini dibangun jalan layang yang disebut Jembatan Kelok Sembilan. Katanya, sejak tahun 2003, mulai dilakukan pembangunan jembatan sekaligus ruas jalan baru. Panjang keseluruhan jembatan dan jalan yang dibangun adalah 2.537 meter, dengan 964 meter di antaranya merupakan jembatan dengan lebar mencapai 13,5 meter dan tinggi pelindung di sisi kiri dan kanan 1 meter. Setelah selesai dibangun, ruas jalan lama nantinya akan difungsikan sebagai objek wisata gitu. Sukses deh buat Pemerintah Sumbar!

Ketika sampai di ruas jalan paling atas, pemandangannya sangatlah indah, jek!!! Terlihat jelas keseluruhan dari jalan yang berkelok-kelok itu. Kendaraan mengular memenuhi ruas jalan. Gue memarkirkan si Biru di bahu jalan yang cukup luas. Gue berjalan menuju jalan layang yang belum selesai dibangun. Walaupun jalannya masih ditutup pakai seng, tapi dengan sedikit kelicikan, gue bisa menerobos masuk ke dalam. Gue melihat tukang bangunan yang masuk ke celah-celah seng yang menganga gitu. Gue ikutin aja tukang bangunan itu sambil masang wajah tanpa dosa, padahal jelas-jelas di sengnya ada tulisan "Dilarang masuk kecuali petugas". Lanjut.

Dari atas jembatan layang, pemandangan semakin jelas lagi. Gue bisa melihat pemandangan Kelok 9 yang disesaki truk-truk besar yang sedang mengantri. Ditambah dengan pemandangan bukit yang menghimpit ruas jalan tersebut. Alakit!!! (dibaca: I like it). Gue gak menyia-nyiakan kesempatan ini. Gue langsung mengeluarkan kamera dan langsung memasang pose-pose centil. Mumpung gak ada orang. Pret, pret pret. Sebelum gue dilempar dari jembatan sama mandor tukang bangunan, lebih baik gue langsung bergegas balik ke GOR. 
Pemandangan dari atas jembatan layang

Sama seperti kemarin. Gue tiba di GOR ketika acaranya sudah bubaran. Waduh, gimana nih!!! Gue belum ketemu si Meri. Belum pamitan. Belum ada ritual tanda tangan di tubuh si Biru. Gue mencoba mengubek-ngubek GOR mencari tuh anak. Namun hasilnya nihil. Hapenya pun masih tewas. Ahk, mungkin dia sudah pulang ke tempat asalnya. Mending gue langsung berangkat ke tempat wisata selanjutnya, yaitu Lembah Harau.

Tidak jauh dari GOR. Sampailah gue di gerbang masuk Lembah Harau. Tiket masuk seharga 3000 Rupiah sudah dibeli. Pemandangan di sekitar lembah Harau sawah-sawah gitu. Menyaksikan hamparan sawah yang indah, itu hal yang mainstream. Namun, jika hamparan sawah itu diapit oleh tebing-tebing yang tegak lurus menjulang setinggi 100 meter hingga 500 meter, orang-orang pasti akan bilang "Indah-Indah Amazing Gitu" sambil sibuk moto gaya selfy. 
Sepanjang jalan gue terus mikirin si Meri. Gue merasa gak enak belum pamitan dengannya. Yang lebih nyesel lagi, dia belum nulis tanda tangannya di motor sebagai perwakilan Kota Batusangkar. Ritual baru gue. Arrrrggh!!! *GigitinSpidol*. Ahk, sudahlah. Mungkin memang belom berjodoh.

Dari jauh, gue melihat sepeda motor lengkap dengan pengendaranya sedang berhenti di sisi jalan. Yang satu sibuk bergaya-gaya sok centil, dan seorang lagi sibuk memakai kamera besarnya. Pasti mereka turis. Hanya mereka yang sibuk foto-foto. Gue pun mendekati mereka. Dari bentuk tubuhnya sepertinya gue kenal. Lantas gue mempercepat menghampiri dua orang tersebut yang sudah siap melajukan kembali motornya. Jodoh emang gak ke mana. Ternyata eh ternyata, dua orang itu siapa lagi kalo bukan Meri dan mba Leni.
"Ngapain kamu Mer di sini? Bukannya kalian udah pernah ke sini ya? Gue kira kalian udah pada sampe rumah masing-masing."
"Biasa dia mau nyobain kamera barunya, Gie," cetus mba Leni.
"Mumpung ada di sini, jadi sekalian aja ambil gambar," Meri tersenyum riang.
"Kebetulan dong. Ayooo bareng-bareng keliling Harau!" ajak gue dengan penuh semangat. Mereka berdua pun menjadi guide di Lembah Harau.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar