Minggu, 28 September 2014

Aku bukan bang Toyib!!!


Halaman 12

Keluar dari Kota Bengkulu, gue langsung memasuki wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah, kabupaten ke-9 di Sumatera. gue mampir di SPBU daerah Pondok Kelapa untuk mengisi jerigen yang sudah kosong. Tapi pegawainya bilang gak diperbolehkan ngisi jerigen. Dengan sedikit memelas, gue menjelaskan kalau gue lagi keliling Sumatera. "Gak bisa, Mas", jawab orang itu. Huft, medit banget nih orang. Pelit!! padahal gue udah memasang muka diambang kehancuran. "Memang sudah aturannya begitu, Mas," lanjut pegawainya. Ya sudahlah, gue harus mengikuti peraturan yang ada. Daripada dia nanti dipecat gara-gara melanggar aturan.

Gak lama berjalan, gue sudah tiba di Kabupaten Bengkulu Utara. Kabupaten ke-10 gue. Memang di Kabupaten Bengkulu Tengah yang beribukotakan Karang Tinggi, hanya dua kecamatan saja yang masuk di Jalur Lintas Barat (cuma 15 km perjalanan sudah melintasi kabupaten). Kalo gak percaya, buka aja peta, lihat dengan menggunakan mikroskop. Pasti keliatan jelas jalannya, bahkan kalo lagi beruntung, bisa keliatan orang lagi mandi di sungai.

Perjalanan kali ini masih ditemani suasana laut Bengkulu. Apalagi setelah melewati daerah Lais, gue menemukan tempat yang sangat keren buanget. Tempatnya itu berupa tebing-tebing tinggi gitu, berwarna gradasi kuning oranye dan tepat berada di pinggir laut. Pemandangan yang jarang gue temui di Jawa. Ditambah pula dengan birunya air laut yang menjadikan pemandangan tersebut laksana lukisan dari Allah SWT. Cakep!!!

Berasa pengen terjun bebas dari tebing

Namun sebelum gue tiba di tempat seindah ini, hampir aja nyawa gue masuk ke dalam jurang. Gimana tidak. Waktu sedang asik memacu kuda besi dengan sepenuh hati, gue melihat sebuah tikungan di depan. Pas melintasi tikungan, jalan tiba-tiba langsung mengecil, hanya cukup untuk satu motor. Ada sebagian jalan yang amblas atau abrasi. Kalo amblasnya pas di dataran rendah sih gak masalah, tapi ini di dataran agak tinggi, cuy!!! Lengah sedikit saja, bisa-bisa gue ditemani dengan si motor langsung terjun bebas masuk ke jurang. Tapi rasa kaget yang gue rasakan, terbayar lunas ketika melihat pemandangan tebing-tebing seindah ini.
kalo dari kota bengkulu ke padang lewat jalur barat, pasti lewatin tempat ini

Lanjut perjalanan. Masih di Bengkulu Utara dengan ibukotanya Arga Makmur. Sampailah gue di Pasar Ketahun (90 km dari Kota Bengkulu). Gue melihat sebuah Logo Pertamina. Langsung si motor gue belokan ke kanan jalan. Gue memantau sekeliling SPBU. Jangan-jangan di SPBU ini gak boleh mengisi jerigen juga. Dari kajauhan gue melihat seorang petugas pertamina berpakaian serba hitam, berbeda dengan petugas biasanya yang memakai baju merah. Gue menghampiri petugas berbaju hitam tersebut dan mengajak ngobrol petugas yang lebih mirip tukang aer keliling di komplek perumahan. Setelah lobi-lobi sambil masang muka melas-mules, akhirnya gue diijinin juga ngisi bensin dalam jerigen. Alhamdulillah.

Perjalanan dari Pasar Ketahun  masih seputar pemandangan birunya laut. Memang garis pantai yang dimiliki Kabupaten seluas 4.424,60 km2 ini cukup panjang yaitu 260 Km lebih. Tapi kadang-kadang pemandangan laut tersebut berubah drastis menjadi jalur wisata kebon sawit dan gak ketinggalan pohon karet yang membosankan. Gimana gak bosan, sejauh mata memandang yang ada cuma sawit sawit dan karet. Ada sih rumah, tapi cuma satu dua dan itu pun dengan jarak 10 km baru bisa ketemu rumah lagi. Untung gue jalan lewat sini pas siang hari, kalau malem-malem, gak kebayang deh gimana horornya. 

Sampai juga di perbatasan Kabupaten Muko-Muko (140 km dari Kota Bengkulu). Kabupaten terakhir di Bengkulu sebelum memasuki Provinsi Sumatera Barat. Sudah 11 Kabupaten terlewati di Sumatera ini. Di daerah Muko-muko Selatan, hujan turun begitu derasnya. Ponco segera gue pakai. Beginilah resiko jalan di musim ujan. Tiap hari pasti kebasahan, sampai sepatu pun gak pernah kering-kering. Udah hujan deres, tiba-tiba si motor mati. Apeess!!! Gue membuka ikatan jerigen dan langsung mengisi tangki dengan bensin cadangan.

Hujan mulai berhenti. Gue merapihkan ponco di areal SPBU sambil ngisi BBM. Kuda besi gue akhirnya bisa menyambung hidup lagi. Gue bertanya kepada seseorang pengendara motor yang baru selesai mengisi bensin.
"Misi bang mau tanya, Sumatera Barat masih jauh gak yah??"
"Oh jauh banget Mas, tiga jam lagi perbatasan," jawab dia sambil mengikat barang bawaannya di belakang motor.

Waktu sudah pukul lima sore. Gue segera memacu gas menuju Sumbar. Di perjalanan, tiba-tiba ada sepeda motor menghampiri ke sisi kanan gue. Motor itu terus menyeimbangi laju motor gue. Gue langsung melihat si pengendara motor tersebut. Ternyata dia adalah orang yang tadi gue tanya sewaktu di SPBU.
"Mau ke mana mas?" tanya dia sambil menyeimbangi laju motor gue.
"Mau ke Padang, Bang," jawab gue.
"Lagi jualan pakaian yah, Mas??"
Eh buset, dikira gue lagi jualan kolor!!! "Bukan bang, saya lagi turing. Keliling Sumatera."

Kita berdua bercerita sambil mengendarai motor. Ternyata eh ternyata kata orang tersebut, biasanya orang Jawa itu kalau jualan di Sumatera pakai tas gede kayak gue ini. Hemm, tapi gak gitu juga kaleees!!! Masa muka keren kayak gini dibilang tukang kolor *garuk-garuk aspal*.

Nama orang itu adalah Andi. Dia ternyata asli orang Serang, Banten. Dia menghampiri gue karena melihat plat nomer motor gue yang berinisial B (Jakarta). Dia ini sudah tiga tahun bekerja di sini sebagai tukang antar roti. Istrinya pun juga orang asli Muko-Muko. Memang sebagian besar penduduk Muko-muko ini adalah transmigran yang berasal dari Jawa (37 %), Sunda (6,3 %), Minang (5,4 %), dan sisanya dari Bali, Bugis, Melayu, Rejang, Serawai, Lembak, serta lainnya. Bengkulu, termasuk Muko-muko, memang sejak zaman Belanda dijadikan "tanah harapan" bagi penduduk luar Bengkulu.

Gue diajak singgah di rumahnya, tapi gue putuskan untuk jalan terus karena gue harus nguber waktu untuk sampai di Sumbar. Padahal pantat gue udah pegel banget inih. Minta dikompres pake batu es.

Oia. Kalau ditanya, bosan gak sih jalan sendirian naek motor? gue pasti bakal jawab, sangat teramat bosan dan ngantuk pake banget. Secara gak ada temen ngobrol di jalan. Cuma kuda besi gue yang terkadang gue ajak curhat kalau gue lagi kangen sama tukang combro. Namun gue punya solusi bagaimana cara mengatasi rasa bosan di jalan dan berasa ngantuk. Caranya yaitu, pikirkanlah sesuatu hal yang membuat si otak selalu berpikir. Jauhkan dari pikiran ngantuk dan cape. Misal, gue selalu berpikir tentang perencanaan rute selanjutnya, tempat-tempat menarik apa saja yang harus dikunjungi nanti, mikirin keluarga di rumah, ngebayangin masa depan gue yang suram, sampai "bokep" pun gue bayangin. Hina banget kan? Tapi semua itu agar si otak tidak kosong melompong. Karena sekalinya pikiran kita kosong, seketika itu pula rasa bosan dan kantuk akan melayang-layang masuk ke dalam pikiran. Jadi, mending mikirin kebo telanjang daripada kalian nyipok pohon sawit akibat ngantuk. 

Jika suasana sekitar sangat kuat pengaruhnya bikin kalian bosan dan ngantuk, sampe mikirin anjing cipokan pun dah gak mempan lagi menghilangkan kantuk, apalagi mikirin macan pake beha. Kalau sudah begini, gue punya jurus andalan. Gue pasang headseat dalam-dalam ke lubang telinga. Gue setel lagu Mp3 andalan. Lagu ini memang dikhususkan jika suasana kantuk udah gak bisa gue kendalikan. Lagu-lagu ini bisa bikin mata gue melek lima senti sambil ikut bernyanyi dan bergoyang di atas motor. Langsung saja kita mainkan lagunya. Putar terooos lagunya bang!!!

Sayang, aku!!
Bukanlah Bang Toyib 
Yang tak pulang pulang
Yang tak pasti kapan dia datang
Sabar, Sayang!!
Sabarlah sebentar
Aku pasti pulang
Karna aku, bukan aku, bukan bang Toyib
eeee a, eeeee aaa
Sudah tunggu saja, diriku dirumah (timpak din ding Hoooyy)
#Wali Band - Aku Bukan Bang Toyib.

Denger lagu ini, gue jadi merinding. Mudah-mudahan gue bukan salah satu dari keturunannya bang Toyib yang tiga kali puasa tiga kali lebaran kuda, gak pulang-pulang ke rumah. Amin. Hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar