Senin, 29 September 2014

Behind the Polisi


Halaman 13

Polisi. Siapa sih yang suka sama mereka! Gue yakin kebanyakan orang gak suka dengan jabatan itu. Apalagi sama polisi lalu lintas yang sering nilang. Apek. Jujur gue paling benci dengan polisi tukang tilang. Suka mencari-cari kesalahan si pengendara.  Pasal ini lah, pasal itu lah, tapi ujung-ujungnya duit. Mending kalo nilangnya baik-baik. Udah marah-marah, muka disangar-sangarin, ngancem apalah, tapi akhirnya dia nawarin bantuan. Iya, bantuan biar gak di sidang atau lebih tepatnya nyogok. Enggak banget. Nyari duit mengatasnamakan pasal. Gue suka heran ama polisi yang kayak gitu. Apa mereka gak malu dengan pangkat mereka? Kemana kah polisi yang selama ini digadang-gadang mengayomi masyarakat?

Perjalanan dengan menggunakan motor atau kendaraan lain, pasti akan mengalami razia atau tilang. Seperti kejadian waktu gue di Bengkulu. Ketika gue lagi asik berkendara. Tiba-tiba banyak polisi berdiri di pinggir jalan. Razia. Siaall! Gue ketakutan. Gimana kalo nanti surat kendaraan gue ditahan, dan suruh ikut sidang. Prosesnya bisa sampe dua minggu dan gue mesti terdampar di Bengkulu. Milih "jalan damai".... gue rasa gak banget. Duit gue limited edition cuy! 

Sudah banyak motor yang diberhentikan. Gue pelankan laju motor. Gue mencoba berpikir mencari jalan lain. Tapi gue sadar, ini bukan jawa. Jalan lintas hanya satu. Sisi kiri kanan gue sedaritadi hanya laut dan pasir. Gak mungkin gue minjem tongkat Nabi Musa buat ngebelah laut. Terlalu banyak mikir, sampe akhirnya gue gak sadar kalo sudah ada di depan pak polisi. "Selamat siang, Pak?" tanya polisi itu. Wadooh, mati dah gue!! "Siang, Pak." Gue mencoba tersenyum, walaupun dalam hati gue kecut. Seperti biasa, gue diminta untuk mengeluarkan surat-surat motor. Tangan gue gemeter gak karuan. SIM gue keluarin dari dompet. "STNKnya mana?" tanya polisi itu dengan wajah sangar. HAH, gue lupa. STNK? mana STNK? 

Gue cari di dalam dompet, tapi gak ada. Wajah polisinya jadi tambah sangar. Gue panik. Gue terus mencari di dalam tas kecil. Polisi sudah mulai murka, "ayo ikut saya!" ajak polisi. "Bentar pak, ini STNKnya. Dapet." Gue segera memberikan STNK yang terbungkus selembar kertas putih. Polisi itu membaca dengan teliti, juga selembar kertas putih itu.
"Kamu lagi keliling Sumatera?"
"Iya Pak" jawab gue heran kenapa dia bisa tau kalo gue lagi keliling Sumatera.
"Oo, hati-hati saja di jalan," cetus pak polisi seraya memberikan surat-surat. "Surat jalannya jangan sampai hilang," lanjut polisi tadi.

Gue baru inget, gue punya surat jalan dari polsek di kampung gue. Karena gue orangnya suka teledor, jadi gue bungkus STNK motor gue dengan surat jalan itu. Tapi namanya udah takut dan panik, gue jadi lupa kalo punya kartu AS.

Satu lagi pengalaman gue tentang polisi. Waktu gue sampe di Kota Muko-muko (ibukota dari Kabupaten Muko-muko), hari sudah kelewat malem. Gak sesuai perkiraan. Jarak yang ditempuh baru sekitar 310 km sejak dari Kota Bengkulu. Gue putuskan untuk lanjut terus menuju Sumatera Barat. Namun, hujan turun lagi. Kali ini hujannya lebih frontal dari sebelumnya. Udah turunnya membabi buta, angin berhembus kencang, ditambah gledek AKA petir jedar-jedor yang lumayan bikin pangkreas gue jantungan. Gue berteduh di sebuah bengkel yang sudah tutup.  Ngeri kesamber gledek. Basah kuyup, menggigil, pantat gatel, udah kayak tikus kecebur di got comberan. 

Tidak terasa sudah satu jam gue duduk sendirian di sini. Cuaca mulai bersahabat. Daripada gue menunggu ketidakpastian berhentinya hujan, gue pun melanjutkan perjalanan ditengah hujan rintik-rintik. Jam tangan sudah menunjukan angka 09.00 malam, namun gapura perbatasan belum juga kelihatan. Beruntung jalan yang gue lewati ramai oleh rumah-rumah penduduk, bukan hutan-hutan yang gelap sunyi. Badan gue udah super kedinginan, menggigil sampai ke ubun-ubun pantat. Gak kuaat!!!

Gue melihat sebuah bangunan di pinggir jalan sebelah kanan. Bangunan bercat coklat seperti di kebanyakan tempat yang sudah tidak asing lagi. Polsek Lubuk Pinang, begitulah nama yang tertera di plang sisi jalan. Gue putuskan untuk berhenti dan istirahat di sana. Kebetulan di depan kantor ada seseorang yang sedang duduk sendiri di bangku kayu panjang. Gue lihat kakinya, ternyata masih nempel di tanah. Gue lihat punggungnya, gak ada tanda-tanda bolong (takutnya dedemit sawit).
"Pak perbatasan masih jauh gak??"
"Lumayan lah 10 km lagi. Mau ke mana?"
"Jauh juga ya Pak, hemm. Saya lagi turing ke Sabang Pak." Gue kemudian menjelaskan sambil menggigil badai. "Boleh gak saya bermalam di sini pak??"
Dia terdiam. Menatap gue tajam. Ragu.
Gue mencoba menjelaskan maksud perjalanan gue. "Yasudah, nginep aja. Gak apa-apa." Jawab pak polisi itu. Yipi!! Sebenarnya gue paling males berhubungan sama polisi. Tapi apa boleh buat. Pikiran gue udah gak karuan, gak bisa mikir. Yang ada di pikiran gue cuma istirahat di tempat yang aman.

Kami berdua bercerita di bawah mendungnya malam di depan gedung yang lebih mirip "sarang penyamun" dari pada Polsek. Sumpah gelap banget suasana di sekitarnya. Namanya pak Nur. Ternyata pak Nur ini asli dari Purwokerto. Dia ditugaskan di polsek sini sudah lebih dari 3 tahun. Dia bercerita tentang usaha kebun sawitnya yang gue pikir sangat menjanjikan banget, karena tiap seminggu sekali, sawit sudah bisa dipanen dan lahan di Sumatera ini masih tergolong murah harganya. Pak Nur sudah mempunyai beberapa hektar kebun sawit di Muko-muko. Bagi orang jauh seperi gue, dia bilang harus mempunyai orang yang bisa dipercaya mengurus kebun sawit. Lebih enak lagi kalau gue pindah ke sini dan ngurus sendiri. Hemm, walaupun gue gak punya otak, tapi mesti mikir beribu-ribu kali untuk tinggal di daerah kayak gini. Gilaaa, gak ada yang bisa dilihat selain pohon sawit!!! 

Perkebunan kelapa sawit merupakan areal perkebunan yang sangat luas dan sangat diminati oleh para investor dan masyarakat di Muko-muko. Komoditinya bisa mencapai 90 ton lebih dalam setahun. Karena selain harganya yang tinggi dan stabil, kelapa sawit juga merupakan bahan baku beberapa industri besar, juga sebagai bahan baku BBM alternatif (Bio Diesel). Selain sawit, kebun Karet juga merupakan tanaman unggulan kedua yang diminati. Pantes aja, sejauh mata memandang, sejauh roda berputar, yang gue liat cuma hutan sawit dan karet dari ujung selatan sampai ujung utara Provinsi Bengkulu. 
Depan kantor Polsek di Pagi hari

Lagi asik ngobrol, tiba-tiba ada sebuah mobil datang. Terlihat dua orang pemuda turun dari mobil dan menghampiri kami. Yang satu memakai kemeja hitam garis putih dan satu lagi memakai kaos coklat khas polisi. Ternyata mereka adalah temannya pak Nur yang dapet tugas jaga malam. Perasaan suram gue ternyata bener. Gue gak bisa cocok dengan polisi. Baru saja datang, mereka sudah melontarkan pertanyaan bertubi-tubi. Belum sempet gue jawab pertanyaan satu, udah dibanting lagi dengan pertanyaaan lain. Dah gitu, nada bicaranya keras banget, mirip orang medan. Mereka udah kayak introgasi tukang maling jemuran. Matilah gue ini dibantai sama mereka!!! Kayaknya gue salah milih tempat nginep. Begimana ini???  

Semua surat-surat dalam dompet disuruh dikeluarin. Dari KTP, SIM, STNK, surat jalan, ngebongkar isi dalam tas cariel. Mereka pikir gue membawa senjata dan bom rakitan dalam cariel. Gue pun diminta ngebuka sarung tripod yang mereka kira itu meriam. Hadew ribet amat mau nginep semalem doang. Untung gue gak disuruh buka celana, soalnya di situ ada Senjata Caliber 69 (khusus 17 tahun kesamping). Belum puas dengan apa yang mereka lakukan terhadap gue, padahal gue udah ngasi kartu AS. Surat Jalan. Tapi gak ngaruh sama mereka. Beragam pertanyaan kembali mereka lontarkan mulai dari nama orangtua, alamat, asal, tujuan, nomer Hp, nomer KTP, nomer sepatu pak lurah, dan nomer semfuck (dibaca sempak). Tusuk gue aja sekalian pak!!!

Sejam lebih gue di cecer abis-abisan. Bukannya mau istirahat malah dibuat pening pala gue. Namun, ternyata eh ternyata penilaian gue terhadap mereka nol besar. Yang gue kira mereka itu galak, seram, judes, jutek kayak ketek, tapi lama kelamaan mereka malah jadi baik dan seneng bercanda. Yang tadinya suasana mencekam, mencair begitu saja. Kita malah ketawa ketiwi bareng. Katanya, mereka melakukan itu semua cuma melaksanakan tugas sebagai polisi. Mereka harus waspada dengan orang-orang baru seperti gue. Siapa tau teroris gitu, siapa tau gue mau maling sepatu mereka, sekarang kan lagi zaman teror meneror. Dan sialnya katanya, mereka sengaja mau ngerjain gue karena lucu ngelihat muka gue yang gugup dan polos. Pantes buat dikerjain. Somplak!!! 

Nama polisi yang memakai kaos sebut saja bang Cris dan yang memakai kemeja bernama bang Arjunoko. Bang Cris ini adalah orang Medan sedangkan bang Arjunoko keturunan Jawa tapi sudah lama bertugas di Sumatera dan pernah lama bertugas di Medan. Hemm, pantes aja nada bicaranya keras banget kayak supir metromini jurusan Cileduk-Blok M. Kata mereka, dulu ada orang yang keliling Sumatera dan sempat singgah sebentar di Polsek ini juga. Namun orang itu berpetualang dengan memakai sepeda. Gilaa!! Sakti banget tuh orang. Pakai motor aja pantat gue udah beraroma daging kebakar apalagi pakai sepeda. Gue gak mau ngebayangin, pokoknya salut banget buat mereka yang berpetualang pakai sepeda.

Entah ada angin apa, tengah malam suntuk mereka ngajakin gue tanding Playstation (PS). Tentu saja tantangan ini gak bakalan gue tolak. Padahal tenaga gue udah lemah banget pengen tidur. Tapi denger orang ngajakin main PS itu rasanya...kayak ditantangin cewe cipokan. Semangat membara. Gue kira mainnya di luar gitu, di tempat rentalan. Ternyata eh ternyata pemirsa, main PSnya itu di dalam Polsek. Eh buset dah, di polsek main PS. Gak salah nih??
"Ini Polsek gaul, Gus," cetus bang Arjunoko yang memanggil gue dengan nama tengah gue.
"Apa gak diomelin sama atasan, Bang??"
"Sapa juga yang mau ngomel Gus, yang tugas di sini gaul-gaul semua, hahaha," ucap bang Cris tertawa. Gue cuma berpesan sama atasan mereka, tolong dimaafin yah kelakuan mereka ini. hahaha.
Di sini memang sengaja diadain PS, biar yang jaga malam gak bete. Gaool banget dah nih Polsek. Patut dicontoh. Asal jangan keterusan aja maen PS-nya. Tau-tau nanti ada yang nyolong motor, atau tau-tau ada cewe cakep lewat kan gak ketauan.

PS sudah siap, permainan sudah di-setting, bangku sudah pewe alias dalam posisi wuenak, jempol tangan sudah pemanasan. Kita bertiga bermain bola dengan sistem liga gitu. Siapa yang ada di dasar klasemen liga, dia yang kalah dan harus mentraktir makan. Pak Nur udah tidur pules, jadi gak bisa ikutan maen. Oke, pertandingan pun dimulai. Redeee!!!

"Ya, peluit sudah dimulai. Bola dibagi-bagi terus dikali terus ditambah. Digocek sana, gocek sini, lari dari sisi lapangan, umpan terobosan, sundul pake gigi dan GOOOOOLLL" (Gaya komentator Liga Tarkam).

Dan sudah jelas siapa yang jadi juara liganya. "I'm Winneeerrr!!!" Tapi mereka gak mau ngalah begitu aja. Ronde kedua pun dimulai.

"Ya, peluit sudah dimulai lagi. Bola dibagi kepada Cristiano Ronaldo, Ronaldo mengoper kepada Bambang Pamungkas, digocek sana, gocek sini, lari dari sisi lapangan, Bambang mengumpan terobosan kepada Maradona, oh ternyata ditangkis oleh Topik Hidayat. Tapi oh tidak, dari belakang Mikel Jordan berlari untuk melakukan slam dunk dan GOOOOOoooLLL" (gaya komentator sarap). 

Kali ini gue akui kehebatan mereka, bang Arjunoko keluar jadi juaranya. Tapi sudah dua kali pertandingan liga, bang Cris selalu berada di dasar klasemen alias kalah telak. Itu artinya dia harus mentraktir kita makan. Asek, makan gratis!!! 

Jam dinding sudah menunjukan angka 02.00 dini hari. Buset, jam segini masih belum tidur. Bagaimana perjalanan besok?? Pertandingan pun kita akhiri. Gue membereskan bangku panjang untuk tempat tidur. Tapi sebelumnya, dua polisi "somplak" itu bilang, "Hati-hati gus, di sini rada-rada angker. Bangku-bangku suka bergerak sendiri, pintu kantor suka terbuka sendiri dan di dalam sel tahanan sering terdengar suara-suara berisik. Kalo diperhatiin emang beneran serem juga. Asyeeeemmm!!! Jadi gak bisa tenang tidur gue.

Rabu, 12 Desember 2012
Keesokan harinya bang Cris menepati janjinya. Pagi-pagi dia mentraktir kita makan lontong sayur di warung depan Polsek. Para polisi sudah mulai berdatangan ke Polsek. Sebelum gue berangkat, alangkah bagusnya kalau foto bareng dulu sama bapak polisi-polisi gaul ini. Jarang-jarang gue foto sama polisi. Okeh, pasukan berbaris, saatnya kita TOBAR alias foto bareng. Pret pret pret. Selesai. Waktunya BERANGCUUUUTTT!!!

Suasana di pagi hari


Makasih banget buat segenap penghuni Polsek Lubuk Pinang terutama Bang Arjunoko, bang Cris dan pak Nur yang sudah mau nerima dan nemenin malam gue di Lubuk Pinang, Muko-Muko ini. Kapan-kapan kita tanding PS lagi, itu juga kalau kalian sudah jago mainnya. Minimal kalian sudah bisa masukin bola pake pantat *Ngakak*. Gak salah milih Polsek ini sebagai tempat bermalam. Orangnya seru-seru, lucu dan gaul-gaul. Pengalaman yang gak bakal ada kalau gue bermalam di hotel-hotel. Yang pasti kebencian gue terhadap polisi sudah agak berubah. Gue sadar gak semua polisi itu "hina" seperti yang gue pikirkan. Hanya karena satu orang polisi yang kurang ajar, mereka yang baik-baik jadi terbawa-bawa jelek. So, jangan mudah menuduh si A, si B, si C, itu kejam. Kenali dulu orangnya. Masih banyak polisi baik di Indonesia ini.
"Salam Silaturahmi"




Personil Polsek Lubuk Pinang beserta Kapolsek. Salam Silaturahmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar