Kamis, 04 September 2014

Kehilangan Hape

Halaman 4

Terlihat dari kejauhan bang Andre berhenti di sebuah bengkel di Kalianda, ibukotanya Lampung Selatan. Gue pun ikut berhenti di depan bengkel, namun bang Andre malah ngasih kode untuk jalan duluan. Mungkin dia pikir nanti juga bakalan keuber lagi. Secara jalan motor gue udah kayak motor mogok di tarik kura-kura. Lambat banget.

Masih meraba-raba jalanan. Itulah yang gue alamin waktu pertama kali turing pake motor sendirian. Gak kepikiran gue bakal nyasar di Provinsi pertama Sumatera ini. Apalagi pas memasuki Kota Bandar Lampung, 60 km dari Kalianda. Jalanan seketika berubah menjadi "labirin". Simpangnya banyak banget!! Perempatan, pertigaan, jalan satu arah, dan minimnya petunjuk arah untuk menuju tempat selanjutnya (Kota Agung). Apalagi pas di bunderan besar yang isinya tiga buah payung bertingkat dan di bawahnya ada empat patung gajah. Lebih membingungkan lagi, keempat patung gajah tersebut bentuknya sama persis. Keempat gajah tersebut lagi nginjek sebuah bola dengan belalai menunjuk ke 4 arah yang berbeda. "Ini gue harus belok ke arah manaa?"
Bunderan gajah pusing

Gue mencoba memecahkan labirin tersebut dengan menggunakan feeling, Sama seperti pada waktu di Kota Serang yang berujung nyasar. Tapi kali ini harus berhasil. Setelah belok sana belok sini, lurus, terus belok lagi dan akhirnya gue nyasar lagi. Semprul!!! Gue malah muter-muter dari satu komplek perumahan ke komplek perumahan yang lain. Hemm, emang feeling gue gak bisa diandalkan. GPS pun langsung gue buka. Beruntung gue punya Hape Android yang bisa liat lokasi keberadaan gue di peta. Gue bertemu lagi dengan si Jalinbar Sumatera yang menuju Kota Agung, Kabupaten Tanggamus. 
Sekeluar dari Kota Bandar Lampung, gue memasuki daerah Gedong Tataan yang ternyata ibukota dari Kabupaten Pesawaran. Sudah 2 Kabupaten (Lampung Selatan dan Pesawaran) dan 1 Kota (Bandar Lampung) yang gue lalui di Sumatera ini. Tak banyak yang bisa gue nikmati di kabupaten seluas 1.173,77 km2 ini, selain sebuah Museum Transmigrasi Nasional yang di situlah awalnya koloni dari Jawa ditempatkan oleh Meneer Belanda. 

Belum sempat gue membuka peta, baru 17 km berjalan, gue sudah dihadang lagi oleh tugu perbatasan antar kabupaten. Sebuah gapura berbentuk seperti bambu-bambu besi yang melintang dari kiri ke kanan jalan, membentuk setengah elips dan terdapat lambang mahkota khas Lampung di puncaknya. Awalnya gue kira sudah memasuki Kabupaten Tanggamus, ternyata ini baru memasuki Kabupaten Pringsewu.
Sekilas memang mirip bambu besi


Pringsewu merupakan kabupaten terkecil dan terpadat (Hanya seluas 656 km2 dengan jumlah penduduk 341.086 jiwa). Wilayah ini baru disahkan pada tahun 2008, sebagai pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Namanya mirip seperti rumah makan di Jawa yang mempunyai arti Bambu Seribu. Katanya, memang dulu di sini itu banyak sekali hutan bambu gitu, makanya dinamai Pringsewu. Ada yang aneh dalam penamaan tempat di sini. Gue perhatikan di beberapa papan petunjuk jalan. Banyak sekali nama daerah yang berakhiran “O”, seperti Gadingrejo, Kalirejo, Sukoharjo dan masih banyak lagi nama daerah seperti yang ada di Jawa. Mungkin dulunya daerah ini pernah dijajah sama orang Jawa kali yah? #Sotoy.

Selang 26 km berjalan, tugu perbatasan dengan Kabupaten Tanggamus pun terjelang. Ornamen-ornamen khas Lampung sangat kental sekali menghiasi pintu masuk kabupaten tersebut. Nama kabupaten ini mirip dengan nama sebuah gunung yang gue lihat di jalan, yaitu Gunung Tanggamus. Pengen banget bisa sampai ke puncak gunung yang terkenal di daerah ini, tapi sayang gak ada temen yang mau nemenin gue ke sana.
Ornamen khas Lampung (kadang ada payung tiga tingkat)

Tiba di Kota Agung (42 km dari tugu perbatasan Pringsewu) disambut oleh gapura selamat datang. Kota Agung itu adalah ibukota dari Kabupaten Tanggamus. Lepas dari gapura, jalan menurun cukup curam meliuk-liuk mengular. Cocok bagi yang suka bersepeda-motoran. Gue istirahat sejenak di sebuah SPBU di daerah Wonosobo sambil solat Dzuhur. Jerigen gue isi penuh dengan bensin, soalnya kata bang Andre, SPBU ini adalah yang terakhir dan baru ada lagi nanti di daerah Krui, itu pun kalau masih ada stock bensinnya. Biasanya suka habis dan tutup gitu kalau udah siang begini. Oli motor, gue tambah sedikit karena takut kekeringan. Udah tau kan kalau motor gue ini knalpotnya udah berasap, jadi olinya cepet habis. Repot banget emang, tapi daripada kenapa-kenapa di jalan, lebih baik sedia payung kalau mau hujan daripada sudah basah baru pakai jas hujan #Wealah Lagumu Lek!!!

Kesialan lagi-lagi selalu menghampiri. Namun kali ini bukan gue korbannya. Di perjalanan gue mendapat SMS dari nomer baru. Pas dibuka pesannya, "Gi, ni gw Andre. Hape gw jatoh di jalan, jadi gw balik lagi ke rumah sambil nyari-nyari Hape di jalan. Duluan aja, nanti gw susul. Kalau mau SMS ke sini aja." Busteeepp a.k.a buset!!! Ada aja masalah. Mana hapenya mahal banget. Pantes aja dari tadi gak nyusul-nyusul. Ternyata dia lagi nyari Hape yang jatuh di jalan. Mudah-mudahan ini bukan karena bawaan aura negatif gue, sehingga Hape bang Andre jadi tumbal. *mengheningkan cipta buat Hapenya bang Andre*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar