Sabtu, 20 September 2014

Tour di Bumi Rafflesia

Halaman 10

Di Kota Bengkulu, gue dapet guide yang mau nemenin gue keliling kota. Siapa lagi kalo bukan Oscar dan Angel. Seperti halnya para guide, mereka berdua dengan lugas dan pede menerangkan setiap tempat dan jalan yang kita lewati di kota seluas 144.52 km2 ini. Terbilang pintar untuk bocah seumuran mereka. Terkadang lucu kalau mereka lagi ngejelasin. Kadang mereka kompak menjelaskan, namun terkadang mereka berdebat karena berbeda penjelasan. Mirip kayak perdebatan Jakarta Of Lawyer versi Shincan.

Pertamax, kami pergi mengunjungi Museum Bung Karno atau rumah pengasingan yang berada di pusat kota di Jalan Sukarno-Hatta, Anggut Atas, Bengkulu. Ttidak jauh dari Kantor Walikota Bengkulu. Lokasinya berjarak sekitar 1,6 km dari Kampung Cina.

Di bangku sekolah dulu, kalian pastinya tau tentang tempat pengasingan Ir. Soekarno atau lebih akrab dipanggil bung Karno di Bengkulu pada 1938-1942 (kalau yang gak tau, mungkin Kalian lagi ijin pipis atau alpa pas pelajaran sejarah). Nah, di rumah ini tersimpan benda-benda peninggalan bung Karno yang memiliki nilai-nilai sejarah. Ada sepeda ontelnya bung Karno, beragam buku koleksi bung Karno, sejumlah foto-foto yang dipajang di beberapa ruangan gitu. Bahkan, ada pula surat cinta bung Karno untuk Ibu Fatmawati #So Sweeett Buanget. Terpajang juga kursi, meja, pintu, jendela, lemari hingga tempat tidur yang digunakan bung Karno. Sampai sebuah mesin jahit antik yang dulunya dipakai Ibu Fatmawati ada di sini. Bahkan kalau masih ada ember bekas rendeman baju beliau, mungkin bakalan dipajang juga di sini.
Gue dan Oscar

Selain Museum Bung Karno, sekitar 500 meter, ada wisata museum sejarah lainnya, yaitu Rumah Fatmawati. Lokasinya dekat Bundaran Simpang Lima di depan Kantor Walikota Bengkulu. Sayang, dua bocah itu sudah pengen pergi ke pantai, jadi gue gak sempat masuk ke Museum Fatmawati. Sumpah, dari tadi berisik banget nih bocah. Gak konsen gue melihat pemandangan sekitar. "Cape lah Om, Cape lah Om, kita ke pantai!" sambil betot-betot baju gue, mereka terus dan terus  maksa gue pergi ke pantai. Aaargh!!! (ket: Cape=Cepat).
Angel sedang merajok pengen main di pantai

Gak lama kami meninggalkan Rumah Bung Karno, terlihat sebuah masjid yang sangat amat gede banget. Gue pun tertarik untuk menghampirinya. Lantas gue bujuk dua bocah itu, gue berjanji ngajak maen kuda-kudaan di atas kabel listrik kalau mereka mau mampir ke masjid. Akhirnya mereka pun nurut. Anteng. Nah, begini kan enak ngeliatnya, patuh, gak berisik dan gak betot sana betot sini.

Masjid Raya Akbar At Taqwa, nama yang terpangpang di depan masjid tersebut. Masjid yang dibangun pada tahun 1988-1989 dengan berwarna serba putih ini memiliki taman yang cukup luas dengan gaya penataan layaknya taman di halaman istana atau alun-alun kecil di halaman keraton gitu. Gak salah kalau masjid ini menjadi kebanggan warga Bengkulu.
I Like Masjid!!!

Angel dan Oscar mulai mengoceh lagi pengen cape-cape pergi ke pantai. Hadew, gimana caranya yah biar mereka bisa diem, lima menit aja. Kita pun lanjut pergi menuju ke Pantai Panjang. Gak begitu lama, akhirnya kami sampai di Pantai Panjang. Ternyata letak dari satu lokasi ke lokasi wisata yang lain, gak terlalu jauh, asal tau jalannya aja. Untung gue bawa dua guide cilik, jadi gak pakai nyasar-nyasar dulu. Yah, walaupun agak sedikit bikin menyebalkan.

Gue memantau dan mencari-cari tempat yang enak untuk berhenti. Sebenernya banyak tempat parkir di sekitar pantai, namun cuaca terik membuat kulit gue seperti terbakar. Panas banget. Lantas gue putuskan untuk pulang dulu dan sore nanti balik lagi ke pantai sambil melihat sunset-sunset gitu. Lagian, pantainya masih keliatan sepi, belum ada we-cewe pake baju renang #Eeh. Si Oscar dan Angel masih kekeuh mau berenang di pantai sekarang juga. Buset, nih bocah apa gak takut jadi babi panggang, berenang di cuaca panas gini. 

Sampai di rumah, Oscar ngajak gue main Playstation (PS) di rentalan. Untuk kali ini, dia gak bakalan bisa menang. Kalau main Domino gue boleh kalah, tapi kalau PS, jangan harap dia bisa tersenyum lebar. Kami pun mulai menunjukan skill permainan masing-masing. Namun seperti yang sudah gue bilang, level permainan dia masih berada jauh tenggelam di bawah gue. Sudah beberapa permainan kita mainkan, mulai dari balapan, berantem, main bola, tetris, dan hasilnya tetep sama. "I'm Winer. I'm Wineerrr. I'm Wineeeeerrr. You Loseerrr!!! Yeaaahh," teriak gue sampai semua orang di dalam ngelihatin gue. Bodo amat, mereka mau bilang gue gila atau gak punya kemaluan. Yang penting gue bisa ngalahin nih bocah. Buahahahaha (akibat kalah terus main Domino). 

Pukul 15.00 WIB. Mereka, Shinchan bersaudara, terus menagih janji pergi ke pantai. "cape lah o'om, kata o'om nanti sore mau ke pantai." Repot juga kayaknya punya anak yang over pinter, ribet ngeladeninnya. Karena cuaca masih panas, gue membujuk mereka untuk berkeliling ke tempat lain dulu. Mereka pun mengajak gue ke Pantai Tapak Padri yang letaknya gak jauh dari kampung cina, bahkan bisa dengan berjalan kaki. 

Di Pantai Tapak Padri banyak warung-warung lesehan untuk mejeng-mejeng para anak muda. Nampak juga pemandangan gugusan pegunungan Bukit Barisan yang panjang tiada terperi. Karena gue kurang suka dengan keramaian yang terlalu over, gue pun meminta para guide itu lanjut ke tempat berikutnya. Sampailah gue di Pantai Jakat. Gak ada yang menarik di sini. Cuma ada aktivitas para nelayan tradisional yang tinggal di sekitar kawasan pantai. Tapi kata Oscar, pantai ini biasanya selalu ramai dikunjungi masyarakat setiap sore apa lagi kalau hari minggu.

Kami terhenti di sebuah bangunan kecil beratap seperti kubah. Tugu Monumen Thomas Parr. Begitu yang Angel bilang. Letaknya kurang lebih 200 m dari Kampung Cina (Berdekatan dengan pintu gerbang naga). Pada salah satu dinding di dalam tugu, terdapat sebuah prasasti, tapi sayang, sudah susah untuk dibaca. Monumen ini dibangun untuk mengenang Thomas Parr, seorang Residen Bengkulu dari Inggris yang tewas ditikam dan kemudian digorok kepalanya oleh penduduk setempat pada tahun 1807 ketika ia tengah beristirahat di rumahnya. Thomas Parr dikenal sebagai penguasa Inggris yang angkuh dan ganas. Dia adalah orang pertama yang memperkenalkan tanaman kopi dengan tanam paksa di Bengkulu. Pantes aja dia dibunuh dengan sangat kejam. Orangnya sombong dan sadis (Untuk adek-adek di rumah jangan ditiru jejak om Thomas ini yah!)
Monumen Thomas Parr atau biasa disebut "kuburan bulek"

Pada tahun 1808 Inggris mendirikan monumen untuk memperingati si Thomas Parr. Luas bangunan tugu ini seluas 70 meter persegi, tinggi 13,5 meter persis di depan kantor Pos Bengkulu. Inggris mendirikan monumen ini sebagai penghargaan dan penghormatan terhadap Thomas Parr, sementara bagi rakyat Bengkulu ditafsirkan sebagai penghargaan terhadap para pejuang tak dikenal yang telah mati dalam mempertahankan hak dan kemerdekaan tanah leluhurnya dari penindasan kolonial Inggris. Kuburan Bulek ini juga merupakan simpul persatuan rakyat Bengkulu. MERDEKAAAA!!!

Tak jauh dari tugu tersebut, berdiri sebuah menara yang amat tinggi dengan warna dasar putih dengan garis-garis merah. Ternyata menara ini adalah salah satu bangunan yang pertama kali akan memberitahukan kepada warga Bengkulu jika ada tanda-tanda tsunami. Jadi seperti mengawasi gerakan gelombang di Samudera Hindia gitu. Seperti yang kita ketahui bahwa Provinsi Bengkulu termasuk daerah rawan bencana gempa dan tsunami karena posisinya yang berada di garis patahan Sumatera yang aktif. 
Gue pengen naek ke atas Vie Tower. Aaaarrrgh!!!

Menara setinggi 43 meter tersebut terletak di Kelurahan Malabero dan sering disebut sebagai View Tower. Di dalamnya dilengkapi ruang pemantau tsunami serta sirene tanda peringatan dini tsunami. Gue pengen banget naek ke atas menara, biar bisa melihat keindahan kota Bengkulu dari atas. Tapi kata penjaganya, masih dalam tahap penyelesaian, jadi belum bisa naik ke puncak View Tower.  

Cuaca sudah mulai adem, saat yang pas untuk bermain di pantai. Sampai di parkiran, dua bocah itu langsung berlari ke arah pantai, buka baju dan nyemplung ke laut. Eh buset, padahal ombaknya lumayan gede. Gue aja serem banget lihatnya. Tapi namanya juga bocah, mulut gue udah bebusah ngomong, gak digubris sama sekali. Mungkin mereka sudah terbiasa berenang di sini. Mata gue terus memantau mereka berdua, takut kalau tiba-tiba diculik sama Plangkton musuhnya Spongsbob dan dijadiin bahan utama pembuatan krapy patty rasa dodol. Heem, gara-gara dua bocah itu juga, gue jadi gak bisa lihat pemandangan cewe-cewe kece yang lagi lari-lari sore di pinggir pantai. Hadeew!!!

Pantai Panjang. Seperti namanya, Pantai Panjang memiliki garis pantai yang sangat panjang banget. Panjangnya lebih dari tujuh kilometer. Anehnya jika kita biasanya melihat pohon cemara di gunung-gunung, tapi di sini pohon tersebut berjejer di sisi-sisi pantai. Katanya, di masa lalunya, Pantai Panjang lebih dikenal dengan nama Pantai Nala. Mungkin karena keabisan kontrak, kemudian berganti nama menjadi Pantai Gading Cempaka, meski belakangan julukan Pantai Panjang lebih sering digunakan masyarakat. Setiap sore banyak warga sering nongkrong di pinggir pantai walau hanya untuk sekedar makan-makan dan minum es kelapa. Banyak juga orang ke sini untuk berolahraga seperti lari-lari, main sepak bola dan volly di pinggir pantai. Asoy banget kan!!
Bersama sodara gue-guide cilik gue di Pantai Panjang


Gak nyesel pokoknya kalau berkunjung ke Bumi Rafflesia ini. Bengkulu memang memiliki potensi wisata bahari yang beragam. Wisatawan yang datang tak hanya dapat menikmati keunikan pantai-pantainya, tapi juga berselancar, menyelam, mau pun snorkeling. Salah satu wilayah yang memiliki keindahan bawah laut adalah Pulau Tikus. Di pulau ini juga terdapat sebuah mercusuar tua dan jangkar besar sebagai peninggalan jejak Inggris di Bengkulu pada masa lalu. Karena waktu dan tipisnya dompet, alhasil gue belum bisa menikmati pemandangan bawah lautnya *mewek*. Puas main air dan cuci mata, kami pun pulang.

Setibanya di rumah, "Dah saya bilang jangan berenang di Pantai Panjang. Ombaknya besar. Bisa hanyut kalian!!!" Si Mami ngomel-ngomel. Mirip banget kayak Shincan diomelin sama emaknya. Dua bocah itu cuma ketawa-ketawi sambil lari ke kamar mandi. Gue langsung meminta maaf karena sudah membiarkan mereka mandi di Laut. Kata kang Sunar yang baru pulang dinas, di Pantai Panjang sebenarnya tidak diperbolehkan berenang karena ombaknya yang terlalu besar, jadi rawan bagi anak-anak. Sering ada kejadian orang tenggelam diseret ombak #GLEK!!!. Gue sampe nelen ingus. Buseet dah!! Pantesan aja gak ada orang yang berenang kecuali mereka berdua. Untung dua bocah itu gak kenapa-kenapa. Mungkin karena mereka pangeran dan putri iblis, jadi penunggu Pantai Panjang gak ada yang berani nyentuh mereka. . .Bisa jadi!!

Malam harinya kami makan-makan bersama di rumah. Dan gue baru tau kalo ternyata si Mami itu asli dari Pulau Nias. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Nias adalah salah satu tujuan gue selain Sabang. Dia tinggal di pulau kecil di pinggiran Pulau Nias. Namanya yaitu Kepulauan Batu. Si Mami menceritakan tentang keindahan pulau-pulau kecil tersebut, pantainya, lautnya, orang-orangnya, dan gugusan pulau-pulaunya yang tersebar. Gue cuma bisa nadahin iler doang pake baskom, terus gue tenggak lagi iler gue. Si Mami nyuruh gue mampir ke kampung halamannya tersebut. Kebetulan banget, lumayan kan kalau bisa mampir ke tempat si Mami nanti. Bisa gratisan. Hehe

Hari yang benar-benar melelahkan sekaligus menyenangkan bisa jalan-jalan bersama sodara jauh gue. Entah, kapan lagi gue bisa merasakan hal semacam ini lagi. Seperti julukannya, Bumi Raflesia akan menjadi bunga terlangka dalam hati gue. Kenangan yang hanya akan gue dapet di sini. Di Kota Bengkulu.
Salam Silaturahmi untuk Bumi Raflesia-Bengkulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar